RADIOGRAFER KU SAYANG, TBR KU MALANG…

RADIOGRAFER KU SAYANG, TBR KU MALANG…
(Catatan Jelang Kongres Nasional XII PARI, tulisan Terakhir dari Tiga tulisan)
Oleh: Ade Afiat

Sampai dimanakah perjuangan Pengurus PARI dalam menggoalkan Revisi PP no 48 tahun 1995 ? Hal ini menjadi pertanyaan sekaligus harapan hampir seluruh Radiografer di Indonesia, mereka sedang menunggu hasilnya. 

Hingga saat ini, pengurus dengan segala daya upaya berusaha mempercepat persetujuan pemerintah agar menerbitkan SK tersebut. Itupun kalau memang negara mampu memberikan kenaikan. Karena untuk mengeluarkan anggaran tersebut, pemerintah juga harus mempertimbangkan kemampuan Negara. 

Beban anggaran untuk membayar TBR tidak saja untuk profesi Radiografher saja, Tercakup di dalamnya profesi lain diantaranya, Radiolog, Dokter Gigi, ATEM, Fisikasawan Medis, Tata Usaha dan juga beberapa profesi lain yang berkaitan dengan jasa penggunaan radiasi. Bisa dibayangkan kalau hanya Radiografer  yang diberikan, pemerintah akan mendapat tuntutan yang sama untuk menerbitkan peraturan yang sama untuk profesi lainnya.

Bukan itu saja, yang lebih parahnya, terjadi di negeri ini. Ditengarai adanya kebocoran APBN di Republikt ercinta ini mencapai hingga 55 Persen. Kebocoran terjadi pada pos penerimaan dan pembelanjaan.

Salah satu upaya menghemat penggunaan APBN dalam pembelanjaan Pegawai adalah penghentian sementara pengangkatan PNS. Pada tanggal 24 Agustus 2011 telah ditandatangani SKB tiga menteri tentang Moratorium PNS. Jumlah PNS pada 2003 sekitar 3,7 juta dan meningkat menjadi 4,7 juta pada 2011. Meskipun persentase jumlah PNS terhadap jumlah penduduk masih sekitar 1,98 persen atau di level yang moderat, tetapi dari sisi komposisi, distribusi, dan kompetensi masih bermasalah. 

Dengan adanya penandatanganan ini, moratorium resmi berlaku sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012 atau sekitar 16 bulan. Pemerintah berkomitmen ingin membenahi segala sesuatu terkait penerimaan PNS. 

Berbagai aturan yang berkaitan dengan kepegawaian juga akan ditata kembali. Selain itu, masalah lainnya yakni belanja pegawai dalam APBD di atas 40 persen di 396 kabupaten/kota. Jangan heran apabila Kabupaten atau Kota tempat tinggal anda bisa saja dilikuidasi katena dianggap bangkrut. Sebab kurang lebih 124 kabupaten dan kota ditengarai mengalami defisit anggaran.

Selain kebocoran APBN, Indonesia juga terbelit Hutang yang makin terus bertambah. Menurut data Dirjen Pengelolaan Utang Departemen Keuangan, pada tahun 2009, Indonesia harus membayar utang sebesar 97,7 triliun, yang 58,65 triliunnya merupakan utang luar negeri. Uang dengan jumlah tersebut paling tidak harus terus dibayar Indonesia sampai tahun 2015, baru sedikit mengalami penurunan menjadi Rp. 66,7 triliun mulai tahun 2016. 

Pada akhirnya, ketika gelombang krisis global masuk ke Indonesia pada tahun 1998, jumlah utang luar negeri semakin meningkat. Jika di akhir Orba, utang pemerintah Indonesia berjumlah US $ 54 milyar, pasca pemerintahan Habibie menjadi US $ 74 milyar, pasca Megawati US $ 76 milyar, dan diakhir pemerintahan SBY jumlah utang semakin meningkat.Jika dihitung dengan jumlah penduduk yang berjumlah 227 juta jiwa, berarti setiap orang termasuk bayi sudah menanggung utang sebesar Rp. 7.343.612,3.

Sebagai wacana atau info keuangan Negara saat ini, bisa dibaca artikel yang ditulis Nuzulia Afrahunnisa yang berjudul Agenda Management Utang Luar Negeri Indonesia Pasca Pemilu 2009 yang diposting pada tanggal 19 Juni 2011 4.25 pm.

Dengan jumlah penduduk 227.650.000 jiwa pada tahun 2008 dan tingkat pertumbuhan mencapai 1,3 %, tetapi 21,4 % rakyat Indonesia masih berpenghasilan kurang dari US $ 1,25 perhari (data 2005). Disamping itu, angka masyarakat miskin mencapai jumlah 38.394.000 penduduk. Dengan dasar klasifikasi dari Bank Dunia yang mengatakan bahwa penduduk berpenghasilan kurang dari US $ 2 perhari perorang termasuk miskin, maka lebih dari 50 % penduduk Indonesia termasuk dalam kategori miskin. Penduduk yang tidak mempunyai rumah pun mencapai angka 32,3%.

Dari data tersebut, 50% penduduk Indonesia adalah orang miskin. Radiografer sebagai bagian dari bangsa Indonesia bukanlah tergolong orang miskin. Bila mengacu pada klasifikasi Bank Dunia yang mengatakan bahwa penduduk berpenghasilan kurang US $ 2 perhari

Penghasilan Radiografher paling minimal antara 1 – 2 juta perbulan. Ada juga yang mungkin kurang dari 1 juta perbulan. Pada salah satu posting di Group komunitas Radiografer di facebook, seorang rekan Radiografer menuliskan kegusarannya tentang nasib seorang Radiografer yang digaji Rp. 800. 000,- per bulan. Jelas sangat kecil sekali dibandingkan dengan kebutuhan hidup sehari-hari. Ditambah dia juga harus kost atau ngontrak rumah. Memang ini sangat menyedihkan. Tapi bila mengacu dari standar orang miskin versi Bank Dunia, jelas teman kita itu tidak termasuk kategori orang miskin karena penghasilannya lebih dari $ 2 perhari. Walaupun kita tahu, gaji tersebut mungkin sudah tidak utuh lagi karena telah dipotong utang sebelum rekan kita tadi menerimanya. Ironis sekali.

Bagaimana dengan Revisi Keppres no 48 tentang kenaikan TBR ?
Perjuangan itu tetap diupayakan. Pengurus PARI terus berusaha maksimal . Begitu juga anggota menunggu dengan sabar keputusan yang menggembirakan itu keluar. Saat Pengurus PARI berjuang, anggota menanti sambil tak henti bertanya. Tidak hanya bertanya, bahkan mencemooh dan melecehkan Pengurus PARI dengan mengeluarkan pernyataan sinis dan memojokkan. Seharusnya ada kolaborasi yang sinergis antara Pengurus dan Anggota. Bila pengurus berjuang, anggota jangan diam saja. Ambil suatu aksi yang memungkin untuk mendukung perjuangan itu. 

Dengan kemajuan ilmu dan teknologi dalam bidang informatika, seharusnya ada suatu kontribusi dari anggota untuk mencari solusi kebuntuan ini. Bisa jadi pengurus PARI hanya menggunakan satu strategi pada proses ini. Bila ada peluang lain untuk mempercepat proses yang mungkin belum dilakukan oleh pengurus PARI, maka anggotalah yang mengingat untuk cara tersebut. 

Hal yang paling mendasar, ketika usulan revisi PP no 48 Tahun 1995 diajukan. Bukanlah program atau usulan pribadi pengurus PARI. Tapi itu merupakan manifestasi keinginan seluruh anggota PARI. Bukan janji seorang Ketua Pengurus PARI. Bila dalam perjalanannya sampai saat ini belum berhasil, mungkin kita harus evaluasi diri, mungkinkah wajar tuntutan itu pada saat ini ? . 

Seandainya kepengurusan PARI saat ini dianggap gagal, maka ada kesempatan bagi seluruh anggota untuk memperbaiknya dengan menjadi Pengurus Pusat PARI. Kesempatan itu sangat mungkin, karena akan diadakan KONGRES NASIONAL PARI XII.

Melihat wacana di atas, apakah Radiografer masih akan tetap ingin memperjuangkan haknya untuk meminta kenaikan TBR dengan merevisi PP No 48 Tahun 1995 ? Perjuangan harus tetap dilanjutkan. Walaupun kita juga menyadari, kenaikan TBR melalui regulasi perubahan Keppres itu bukanlah satu – satunya jalan untuk meraih kebahagiaan dan kesejahteraan. Kita tetap berharap itu dapat terwujud walaupun belum bisa dipastikan kapan terjadinya. 

Satu hal yang paling utama untuk direnungkan. Apakah Radiografer tidak ingin memiliki jiwa mandiri untuk bisa berdiri sendiri tanpa bergantung pada Pemerintah atau Rumah Sakit serta klinik tempat bekerja ? Tidakkah Radiografer punya keinginan untuk menjadi pribadi yang memberi, bukan selalu meminta, meminta , meminta dengan alasan penghargaan atas jasa pelayanan yang telah diberikan ? Merubah Keppres tentang kenaikan TBR memerlukan persetujuan dan ijin dari birokrasi atau pemerintah. Meminta perubahan kenaikan Gaji, ekstra fooding dan insentip dari Rumah sakit swasta atau Klinik memerlukan persetujuan dari pihak managemen. Dan semua memerlukan waktu dan pertimbangan yang belum tentu menggembirakan . 

Tapi, untuk merubah Paradigma, pola pikir, sudut pandang serta kebiasaan seorang Radiografer, tidak memerlukan ijin dari Pemerintah, Management Rumah Sakit atau pemiliki Klinik. Perubahan paradigma terjadi kalau orang itu sendiri yang mau. Dan hasilnya, akan sangat luar biasa. Karena ALLAH SWT dengan Rahman dan RahimNYA, memberikan semua kebutuhan manusia walaupun orang itu tidak meminta dan bahkan tidak berharap. 

DIA memberikan segalanya. Tidak memerlukan istilah Gaji, TBR, Insentif, Extra Fooding atau Jasa Pelayanan. Tapi DIA memberikan uang langsung seperti halnya manusia menghirup udara. Uang tak ubahnya oksigen yang bebas diambil, dimiliki dan digunakan semau kita. Semua orang bisa mendapatkannya asal mau. Dan hanya sedikit orang yang mengetahui dan mau melakukan hal itu.

Sumber
1. Kompas. Com
2. Vivanews.com
3. Detik.com
4. Google.com

Gn Kakapa, 27 September 2011

0 Response to "RADIOGRAFER KU SAYANG, TBR KU MALANG…"

Posting Komentar

back to top