SUNTIK-MENYUNTIK BAGI RADIOGRAFER


Jumat, 15 November 2013, Pkl. 12:07, salah satu member CafĂ© Radiologi Group yang bernama Nugroho Sulistiyo membuat postingan, “mohon bantuannya para teman sejawat. sebenarnya penyuntikan kontras boleh tidak dilakukan oleh radiografer dan apa dasar hukumnya? terima kasih”. 

Selang beberapa jam kemudian beberapa sejawat memberikan opini, lebih tepatnya komentar.

MENARIK menyimak diskusi tentang KEWENANGAN menyuntik bagi profesi Radiografer. Kendatipun saya tidak memiliki background disiplin ilmu HUKUM, namun melihat komentar kawan-kawan yang tanpa disertai DASAR hukum, membuat saya tergugah untuk melakukan pencarian. 

Berikut ini adalah hasil penelusuran saya terkait dengan regulasi yang pernah saya baca. Semoga bermanfaat.

PERTAMA,
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiographer pada BAB V, Pasal 15, Ayat 2, Poin b, No 1 disebutkan: 

b. Melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras : 
1) Melakukan penyiapan bahan-bahan kontras radiografi.

==> Bila kita pahami secara bahasa, isi dari poin ini sangat jelas yakni Seorang radiografer hanya boleh melakukan penyiapan ---bukan penyuntikkan--- bahan-bahan kontras radiografi.

==> Dan bila kita simak secara seksama, dalam Permenkes ini, hanya di poin inilah satu-satunya yang mengatur tentang Kewenangan radiografer terkait dengan bahan kontras. 

KEDUA,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Radiografer. 

Bila kita menelaah dengan cermat maka TIDAK dijumpai satupun klausul yang menyebut bahwa urusan suntik menyuntik menjadi standar kompetensi radiographer.

KETIGA,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1014/Menkes/SK/XI/2008
Tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, pada Rumawi III. PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK, Sub B. SUMBER DAYA MANUSIA, pada poin Tugas pokok Dokter Spesialis Radiologi:

©. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan fluroskopi bersama dengan radiografer. Khusus pemeriksaan yang memerlukan penyuntikan intravena, dikerjakan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter lain/tenaga kesehatan yang mendapat pendelegasian.

Bila kita baca dengan teliti, Radiografer sekali lagi tidak dibebani proses penyuntikan.

KEEMPAT,

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 TAHUN 2004 tentang Praktik Kedokteran pada BAB IX tentang PEMBINAAN & PENGAWASAN Pasal 73 ayat 2 & 3 dijelaskan sebagai berikut : 

(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Dan sanksinya disebutkan pada Pasal 78 :
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 

Mengenai Ayat 3 ini diperjelas dalam Penjelasan UU No 29 tahun 2004 
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 

KESIMPULAN:
Radiografer TIDAK memiliki kompetensi menyuntik. Bila terpaksa dan atau dipaksakan menyuntik, kemudian terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka terancam delik MALPRAKTIK.

SARAN:

Kepada sejawat yang hingga kini masih melakukan tindakan suntik-menyuntik, saran saya sebaiknya hindari. Mari kita kembali pada koridor hukum yang berlaku di negara kita.

Kepada Sejawat yang bermaksud memiliki REGULASI Permekes dan Undang-Undang sebagaimana menjadi dasar diatas dapat mencantumkan EMAIL pada kolom komentar dibawah atau inbox ke saya. Terimakasih.

SUNTIK-MENYUNTIK BAGI RADIOGRAFER


Jumat, 15 November 2013, Pkl. 12:07, salah satu member CafĂ© Radiologi Group yang bernama Nugroho Sulistiyo membuat postingan, “mohon bantuannya para teman sejawat. sebenarnya penyuntikan kontras boleh tidak dilakukan oleh radiografer dan apa dasar hukumnya? terima kasih”. 

Selang beberapa jam kemudian beberapa sejawat memberikan opini, lebih tepatnya komentar.

MENARIK menyimak diskusi tentang KEWENANGAN menyuntik bagi profesi Radiografer. Kendatipun saya tidak memiliki background disiplin ilmu HUKUM, namun melihat komentar kawan-kawan yang tanpa disertai DASAR hukum, membuat saya tergugah untuk melakukan pencarian. 

Berikut ini adalah hasil penelusuran saya terkait dengan regulasi yang pernah saya baca. Semoga bermanfaat.

PERTAMA,
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 357/Menkes/Per/V/2006 tentang Registrasi dan Izin Kerja Radiographer pada BAB V, Pasal 15, Ayat 2, Poin b, No 1 disebutkan: 

b. Melakukan tindakan teknik pemeriksaan radiologi dengan bahan kontras : 
1) Melakukan penyiapan bahan-bahan kontras radiografi.

==> Bila kita pahami secara bahasa, isi dari poin ini sangat jelas yakni Seorang radiografer hanya boleh melakukan penyiapan ---bukan penyuntikkan--- bahan-bahan kontras radiografi.

==> Dan bila kita simak secara seksama, dalam Permenkes ini, hanya di poin inilah satu-satunya yang mengatur tentang Kewenangan radiografer terkait dengan bahan kontras. 

KEDUA,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 375/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Radiografer. 

Bila kita menelaah dengan cermat maka TIDAK dijumpai satupun klausul yang menyebut bahwa urusan suntik menyuntik menjadi standar kompetensi radiographer.

KETIGA,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1014/Menkes/SK/XI/2008
Tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan, pada Rumawi III. PELAYANAN RADIOLOGI DIAGNOSTIK, Sub B. SUMBER DAYA MANUSIA, pada poin Tugas pokok Dokter Spesialis Radiologi:

©. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan fluroskopi bersama dengan radiografer. Khusus pemeriksaan yang memerlukan penyuntikan intravena, dikerjakan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter lain/tenaga kesehatan yang mendapat pendelegasian.

Bila kita baca dengan teliti, Radiografer sekali lagi tidak dibebani proses penyuntikan.

KEEMPAT,

Undang-Undang Republik Indonesia No. 29 TAHUN 2004 tentang Praktik Kedokteran pada BAB IX tentang PEMBINAAN & PENGAWASAN Pasal 73 ayat 2 & 3 dijelaskan sebagai berikut : 

(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.

Dan sanksinya disebutkan pada Pasal 78 :
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah). 

Mengenai Ayat 3 ini diperjelas dalam Penjelasan UU No 29 tahun 2004 
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. 

KESIMPULAN:
Radiografer TIDAK memiliki kompetensi menyuntik. Bila terpaksa dan atau dipaksakan menyuntik, kemudian terjadi sesuatu yang tidak diinginkan maka terancam delik MALPRAKTIK.

SARAN:

Kepada sejawat yang hingga kini masih melakukan tindakan suntik-menyuntik, saran saya sebaiknya hindari. Mari kita kembali pada koridor hukum yang berlaku di negara kita.

Kepada Sejawat yang bermaksud memiliki REGULASI Permekes dan Undang-Undang sebagaimana menjadi dasar diatas dapat mencantumkan EMAIL pada kolom komentar dibawah atau inbox ke saya. Terimakasih.

Fluoroscopy dan C-Arm kompetensi siapa....?


Achmad Buchori, Radiografer yang Psikolog pagi tadi menghubungi saya menanyakan perihal kewenangan penggunaan alat C-Arm ditempat saya bekerja.

Saya jadi teringat peristiwa diawal tahun 2013.

Ketika itu kami menghadiri sebuah pertemuan yang difasilitasi oleh Kepala Departemen Radiologi RSCM, yang pertemuan tersebut dihadiri oleh:
  1. Direktorat Inspeksi Perijinan fasilitas Radiasi & Zat Radioaktif Bapeten.
  2. Ketua Proteksi Radiasi RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Dr. Benny Zulkarnain, Sp.Rad (K)
  3. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, Dr. Bambang Budyatmoko, Sp.Rad (K)
  4. Ketua Umum Perhimpunan Radiografer Indonesia, H. Abdul Gamal S, SKM, MKKK
  5. Ketua PARI Pengda DKI Jakarta
  6. Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)
  7. Tim Perumus Kepmenkes, DR. dr. Jacob Pandelaki, Sp.Rad (K)
  8. Beberapa radiographer senior

Topik yang dibahas ketika itu adalah penyamaan persepsi terkait dengan Perka Bapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, bersamaan dengan kegian RAKERNAS yang digelar di Medan PP PARI mengagendakan secara khusus pada salah satu siding komisi dengan judul, “Penegasan Terhadap Kewenangan Radiografer Untuk Bekerja Dengan  Fluoroscopy”.

Berikut ini adalah ringkasannya:

I.       Kepmenkes Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.

A.    Tugas pokok masing-masing jenis tenaga adalah :
1.      Dokter Spesialis Radiologi
c. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan fluoroskopi bersama dengan radiografer. Khusus pemeriksaan yang memerlukan penyuntikan intravena, dikerjakan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter lain/tenaga kesehatan yang mendapat pendelegasian.
                  2.   Radiografer
                        c. Mengoperasionalkan peralatan radiolgi sesuai SOP. Khusus untuk pemeriksaan dengan kontras dan fluoroskopi pemeriksaan dikerjakan bersama dokter spesialis radiologi.

II.    Perka Bapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

A.  Pasal 1
(16) Pesawat Sinar-X C-Arm Penunjang Bedah adalah pesawat sinar-X bentuk C-Arm  yang ditempatkan di ruang bedah yang secara khusus digunakan untuk membantu tindakan pembedahan.
(24)  Pesawat Sinar-X Fluoroskopi adalah pesawt sinar-X yang memiliki tabir atau lembar penguat fluorosensi yang dilengkapi dengan sistem video yang dapat mencitrakan objek secara terus menerus.

B.  Pasal 15
(1)   Personil yang bekerja di instalasi yang menggunkan Pesawat Sinar-X Mamografi, Pesawat Sinar-X CT Scan, Pesawat Sinar-X Fluoroskopi, Pesawat Sinar-X C-Arm/ U-Arm Angiografi, Pesawat Sinar-X CT-Scan Angiografi, Pesawat Sinar-X CT-Scan Fluoroskopi, Pesawat Sinar-X Simulator, dan/atau Pesawat Sinar-X C-Arm Brakhiterapi paling kurang terdiri atas :
a.       Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompetens;
b.      Tenaga Ahli (Qualified Expert) dan/atau Fisikawan Medis;
c.       Petugas Proteksi Radiasi; dan
d.      Radiografer.

C.   Pasal 17
Dokter Spesialis Radiollogi atau Dokter yang Berkompetens sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan Pasal 15 ayat (1) huruf a memiliki tugas dan tanggung jawab.
c.    Mengoperasikan Pesawat Sinar-X Fluoroskopi;
       Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan Citra Radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan Paparan Medik;


D.   Pasal 22
(2)   Radiografer dan Operator Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meiliki tugas dan tanggung jawab :
a.       Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-x;
b.      Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan
c.       Melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap.

E.   Pasal 51
(1)   Pesawat sinar-X harus dioperasikan oleh Radiografer, kecuali Pesawat Sinar-X Fluoroskopi.

F.   Pasal 52
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 harus dioperasikan oleh Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten.

PENDAPAT / PANDANGAN / PERSEPSI TERHADAP DUA PERATURAN DI ATAS

1.      Terjadinya multitafsir di pelayanan yang mengakibatkan terganggunya pelayanan dan disharmonisasi hubungan antara Radiografer / Radioterapis, Dokter Spesialis Radiologi dan Dokter Spesialis lain yang memanfaatkan Fluoroskopi.

2.      Upaya menghindari disharmoni hubungan di pelayanan tersebut, maka Radiografer/ Radioterapis ingin menjalankan/melaksanakan seluruh pelayanan dengan Fluoroskopi sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya.

3.      Keberadaaan Radiografer/radioterapis didalam pelaksanaan pelayanan yang memanfaatkan Fluoroskopi apapun jenis pesawatnya/alatnya berkedudukan sebagai anggota Tim dalam rangka mempersiapkan kesiapan pesawat/alat, atau bahan yang dibutuhkan, tetapi tidak mengoperasikan (hand on) Fluoroskopi secara langsung baik untuk pemantauan patologis radiodiagnostik (spot film) ataupun dalam penggunaan fluoroskopi sebagai pengarahan (guide) dalam pelaksanaan bedah, urologi, ortophedi maupun radioterapi.

4.      Mengacu kepada pelaksanaan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 44 tahun 2009, bahwasanya :
“Setiap tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan berpedoman kepada

kode etik, standar profesi, standar pelayanan dan standar operasi prosedur.”

Fluoroscopy dan C-Arm kompetensi siapa....?


Achmad Buchori, Radiografer yang Psikolog pagi tadi menghubungi saya menanyakan perihal kewenangan penggunaan alat C-Arm ditempat saya bekerja.

Saya jadi teringat peristiwa diawal tahun 2013.

Ketika itu kami menghadiri sebuah pertemuan yang difasilitasi oleh Kepala Departemen Radiologi RSCM, yang pertemuan tersebut dihadiri oleh:
  1. Direktorat Inspeksi Perijinan fasilitas Radiasi & Zat Radioaktif Bapeten.
  2. Ketua Proteksi Radiasi RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, Dr. Benny Zulkarnain, Sp.Rad (K)
  3. Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, Dr. Bambang Budyatmoko, Sp.Rad (K)
  4. Ketua Umum Perhimpunan Radiografer Indonesia, H. Abdul Gamal S, SKM, MKKK
  5. Ketua PARI Pengda DKI Jakarta
  6. Mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K)
  7. Tim Perumus Kepmenkes, DR. dr. Jacob Pandelaki, Sp.Rad (K)
  8. Beberapa radiographer senior

Topik yang dibahas ketika itu adalah penyamaan persepsi terkait dengan Perka Bapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, bersamaan dengan kegian RAKERNAS yang digelar di Medan PP PARI mengagendakan secara khusus pada salah satu siding komisi dengan judul, “Penegasan Terhadap Kewenangan Radiografer Untuk Bekerja Dengan  Fluoroscopy”.

Berikut ini adalah ringkasannya:

I.       Kepmenkes Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik di Sarana Pelayanan Kesehatan.

A.    Tugas pokok masing-masing jenis tenaga adalah :
1.      Dokter Spesialis Radiologi
c. Melaksanakan pemeriksaan dengan kontras dan fluoroskopi bersama dengan radiografer. Khusus pemeriksaan yang memerlukan penyuntikan intravena, dikerjakan oleh dokter spesialis radiologi atau dokter lain/tenaga kesehatan yang mendapat pendelegasian.
                  2.   Radiografer
                        c. Mengoperasionalkan peralatan radiolgi sesuai SOP. Khusus untuk pemeriksaan dengan kontras dan fluoroskopi pemeriksaan dikerjakan bersama dokter spesialis radiologi.

II.    Perka Bapeten Nomor 8 Tahun 2011 tentang Keselamatan Radiasi Dalam Penggunaan Pesawat Sinar-X Radiologi Diagnostik dan Intervensional.

A.  Pasal 1
(16) Pesawat Sinar-X C-Arm Penunjang Bedah adalah pesawat sinar-X bentuk C-Arm  yang ditempatkan di ruang bedah yang secara khusus digunakan untuk membantu tindakan pembedahan.
(24)  Pesawat Sinar-X Fluoroskopi adalah pesawt sinar-X yang memiliki tabir atau lembar penguat fluorosensi yang dilengkapi dengan sistem video yang dapat mencitrakan objek secara terus menerus.

B.  Pasal 15
(1)   Personil yang bekerja di instalasi yang menggunkan Pesawat Sinar-X Mamografi, Pesawat Sinar-X CT Scan, Pesawat Sinar-X Fluoroskopi, Pesawat Sinar-X C-Arm/ U-Arm Angiografi, Pesawat Sinar-X CT-Scan Angiografi, Pesawat Sinar-X CT-Scan Fluoroskopi, Pesawat Sinar-X Simulator, dan/atau Pesawat Sinar-X C-Arm Brakhiterapi paling kurang terdiri atas :
a.       Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompetens;
b.      Tenaga Ahli (Qualified Expert) dan/atau Fisikawan Medis;
c.       Petugas Proteksi Radiasi; dan
d.      Radiografer.

C.   Pasal 17
Dokter Spesialis Radiollogi atau Dokter yang Berkompetens sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dan Pasal 15 ayat (1) huruf a memiliki tugas dan tanggung jawab.
c.    Mengoperasikan Pesawat Sinar-X Fluoroskopi;
       Menjamin bahwa paparan pasien serendah mungkin untuk mendapatkan Citra Radiografi yang seoptimal mungkin dengan mempertimbangkan tingkat panduan Paparan Medik;


D.   Pasal 22
(2)   Radiografer dan Operator Pesawat Sinar-X Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meiliki tugas dan tanggung jawab :
a.       Memberikan proteksi terhadap pasien, dirinya sendiri, dan masyarakat di sekitar ruang pesawat sinar-x;
b.      Menerapkan teknik dan prosedur yang tepat untuk meminimalkan paparan yang diterima pasien sesuai kebutuhan; dan
c.       Melakukan kegiatan pengolahan film di kamar gelap.

E.   Pasal 51
(1)   Pesawat sinar-X harus dioperasikan oleh Radiografer, kecuali Pesawat Sinar-X Fluoroskopi.

F.   Pasal 52
Pesawat Sinar-X Fluoroskopi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 harus dioperasikan oleh Dokter Spesialis Radiologi atau Dokter yang Berkompeten.

PENDAPAT / PANDANGAN / PERSEPSI TERHADAP DUA PERATURAN DI ATAS

1.      Terjadinya multitafsir di pelayanan yang mengakibatkan terganggunya pelayanan dan disharmonisasi hubungan antara Radiografer / Radioterapis, Dokter Spesialis Radiologi dan Dokter Spesialis lain yang memanfaatkan Fluoroskopi.

2.      Upaya menghindari disharmoni hubungan di pelayanan tersebut, maka Radiografer/ Radioterapis ingin menjalankan/melaksanakan seluruh pelayanan dengan Fluoroskopi sesuai dengan tupoksi dan kewenangannya.

3.      Keberadaaan Radiografer/radioterapis didalam pelaksanaan pelayanan yang memanfaatkan Fluoroskopi apapun jenis pesawatnya/alatnya berkedudukan sebagai anggota Tim dalam rangka mempersiapkan kesiapan pesawat/alat, atau bahan yang dibutuhkan, tetapi tidak mengoperasikan (hand on) Fluoroskopi secara langsung baik untuk pemantauan patologis radiodiagnostik (spot film) ataupun dalam penggunaan fluoroskopi sebagai pengarahan (guide) dalam pelaksanaan bedah, urologi, ortophedi maupun radioterapi.

4.      Mengacu kepada pelaksanaan Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 dan Undang-undang Nomor 44 tahun 2009, bahwasanya :
“Setiap tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan berpedoman kepada

kode etik, standar profesi, standar pelayanan dan standar operasi prosedur.”

back to top