KEMANDIRIAN RADIOGRAFER YANG BERMARTABAT

KEMANDIRIAN RADIOGRAFER YANG BERMARTABAT 
(Catatan Jelang Kongres Nasional XII PARI, tulisan Kedua dari Tiga tulisan)
 Oleh: Ade Afiat

Apa yang didapat hari ini adalah hasil dari perbuatan diwaktu sebelumnya. Kesempatan selalu terbuka untuk memperbaiki dan membangun potensi diri. Bila hal itu dilakukan saat ini, maka masa yang akan datang menjadi kejayan buat diri sendiri.

Seiring perjalanana waktu. Tak terasa PARI akan memasuki usia 55 tahun. Suatu usia yang dianggap sudah matang. Banyak sudah program dan prestasi yang telah dihasilkan oleh organisasi profesi Radiografer ini. Walaupun masih banyak permasalahan lain yang belum tuntas. Itu menjadi suatu tantangan bagi Pengurus PARI dan semua anggota untuk menyelesaikannya. Bahu membahu, saling dukung dan berperan aktif dengan segala daya kemampuan yang ada. Bukan hanya senang mencari kesalahan dan kekurangan tanpa memberikan kontribusi yang nyata bagi tercapainya kemandirian Radiografer yang bermartabat.

            Secara organisasi, PARI sudah cukup matang. Tapi dalam proses perjalanannya, tidak  
            semua eksponen mencapai taraf kematangan itu. Proses itu sudah sangat lazim dan
            terjadi hampir disemua organisasi. Perbaikan yang berkesinambungan diupayakan
            semaksimal mungkin dan tanpa henti. Eksistensi para Radiografer senior sangat tinggi 
            dalam mengangkat keberadaan PARI sehingga PARI mendapat tempat yang semestinya
            di dunia kesehatan. 

Daya juang dan pengorbanan mereka seakan tidak pernah padam dalam memperjuangkan PARI serta nasib Radiografer. Adapun imbalannya atau balasannya hanya keluhan, kritik dan ada juga anggota yang complain karena tidak terakomodasi kepentingannya. Apa yang dilakukan para Radiografer senior untuk generasi saat ini menjadi modal yang sangat berharga. Semua berjalan bermodalkan kemauan dan keyakinan untuk memberikan sesuatu bagi profesi, bagi organisasi dan bagi Radiografer generasi selanjutnya.

Akan halnya yang terjadi pada saat ini. Ketika semua mata Radiografer tertuju pada proses revisi Keppres no. 48 thn 1995 tentang TBR. Harapan besar digantung pada tim revisi agar proses itu bisa selesai dan hasilnya dapat dinikmat oleh semua Radiografer. Tidak hanya para PNS saja, tetapi mencangkup para Radiografer yang bekerja di RS dan klinik Swasta. 

Namun, sampai saat ini proses itu belum selesai karena Pemerintah masih memperhitungkan kondisi keuangan Negara. Apakah Negara mampu membayar atau ditunda hingga kondisi sudah memungkinkan. Hal itu menjadi suatu penantian yang memerlukan kesabaran. Bukan hanya itu, masih banyak masalah yang terjadi dan anggota meminta perhatian PARI. Bisa saja pengurus PARI baik Pusat maupun Pengda mampu menjawab dan menyelesaikan masalah tersebut. Tapi, bila pengurus tidak dapat memenuhi harapan itu. Maka kekecewaan yang didapat.

Pada saat inilah, suatu kesempatan yang berharga bagi para Radiografer untuk tampil. Jangan terlalu berharap kepada Organisasi atau pengurus PARI. Permasalahan yang timbul pasti ada jalan pemecahannya. Seperti halnya yang telah dilakukan oleh para Creator dan arsitektur PARI. Mereka begitu mandiri mengukir sejarah perjalanan PARI dengan segala suka dukanya. Membantu dan saling menjaga kehormatan Profesi agar tidak dilecehkan. Bila semangat itu dapat diambil oleh Radiografer saat ini, maka akan terbentuk pribadi atau karakter yang kuat. Mampu menyelesaikan semua permasalahan dengan hasil yang menguntungkan semua pihak. 

Kemandirian Radiografer akan dapat menjawab semua masalah dengan b aik. Tidak menggantungkan harapan yang berlebihan kepada PARI, Pemerintah dan instansi. Tapi bertumpu pada kemampuan diri sendiri. Setiap Radiografer memiliki potensi yang besar. Mereka bisa melakukan sesuatu asal mau membuka mata. Mencari peluang diluar bidang Radiologi. Hal ini syah – syah saja bila seorang Radiografer mau melakukan ekspolrasi diri sehingga menghasilkan sesuatu yang dapat meningkatkan pendapatan pribadi. 
Bahkan, beberapa radiografer berani meninggalkan profesi Radiografer untuk menjadi profesi lain. Walaupun demikian, jiwa Radiografernya masih ada. Di hatinya masih melekat ruh Radiografer. Sangat disayangkan bila para Radiografer memiliki mentalitas yang selalu menggantungkan harapan pada orang lain, organisasi atau instansi.
Bila dihitung, mungkin kebanyakan anggota PARI sebagian besar berharap PARI melakukan suatu terobosan atau inovasi yang dapat mensejahterakan Radiografer secara instan. Berharap cepat terwujud tapi malah berbuah kekecewaan. Karena keinginan itu berbenturan dengan kepentingan lain yang lebih besar sedangkan PARI memiliki kemampuan terbatas. Untuk itulah, kemandirian Radiografer sebaiknya ditingkatkan oleh setiap individu.

Memang bukan hal yang mudah. Tapi para senior telah membuktikan. Mereka mampu. Bisa membuka hutan belantara dengan suatu tekad dan keyakinan. Bila hal itu tertanam pada diri setiap Radiografer, martabat dan kehormatan profesi Radiografer akan makin tinggi. Memang, proses perlu waktu. Tidak semudah berkata atau menulis dalam catatan seperti ini. Tapi itu adalah perjuangan Radiografer saat ini. 

Seorang Radiografer yang bekerja sesuai dengan kompetensinya. Memiliki Integritas dan loyalitas yang tinggi, mengimplementasi kan ilmu yang didapat dari bangku kuliah diterapkan dengan dedikasi penuh untuk meningkatkan taraf kesehatan bangsa Indonesia. Bukan hanya sekedar mendapatkan Gaji, insentif, TBR dan extra fooding. Tapi seorang Radiografer yang bekerja karena ingin mengamalkan ilmunya sebagai seorang Radiografer .

Tasikmalaya, 24 September 2011

0 Response to "KEMANDIRIAN RADIOGRAFER YANG BERMARTABAT"

Posting Komentar

back to top