Senin, 26 Desember 2011

Hafalan Shalat Delisa


Ahad kemarin, 25 Desember 2011, bersama permaisuri & dua matahariku, Riyadh (6 thn) dan Fayyadh (4 thn) saya berkesempatan menonton film berjudul: Hafalan Shalat Delisa.


Film yang diadaptasi dari Novel best seller karya Tere Liye, Hafalan Shalat Delisa mengisahkan tentang Delisa (Chantiq Schagerl) seorang gadis cilik yang harus kehilangan Ibunya (Ummi Salamah, diperankan oleh Nirina Zubir), dan ketiga kakaknya yaitu Fatimah (Ghina Salsabila), Aisyah (Reska Tania Apriadi) dan Zahra(Riska Tania Apriadi), pasca bencana tsunami yang melanda Aceh.


Sosok Delisa dikisahkan baru berusia 6 tahun. Duduk di kelas 1 Ibtidaiyah Negeri I Lhok Nga. Seorang gadis kecil yang manis, polos, dan menggemaskan. Delisa gemar bermain bola bersama teman laki-lakinya setiap sore di dekat pantai Lok Nga, sekitar 400 meter dari rumahnya. Delisa anak yang kritis. Ia sering kali bertanya tentang apapun yang tidak ia mengerti. Dia hidup dalam keluarga yang bahagia bersama Ummi Salamah, Abi Usman, kak Fatimah, serta kedua kakak kembarnya, Aisyah dan Zahra. Abi Delisa bekerja di kapal tanker yang membawa minyak mentah untuk diangkut dari satu negara ke negara lainnya, akan pulang setiap 3 bulan sekali. Jadilah Ummi yang setiap hari menjaga keempat anaknya yang manis itu.



Ada satu tradisi dalam keluarga Usman, yakni anak yang telah hafal bacaan shalat akan diberikan hadiah kalung. Begitupun dengan Delisa yang berusaha keras belajar menghafal bacaan shalat. Delisa ingin memakai kalung seperti kakak-kakaknya. Delisa telah memilih sendiri kalung hadiahnya yang ia beli bersama Ummi di toko Koh Acan. Sebuah kalung yang indah dengan liontin berbentuk “D”. “D” untuk Delisa. Sayangnya kalung itu belum boleh dipakai oleh Delisa sampai Delisa hafal seluruh bacaan shalatnya. 


Sepanjang hari dia terus berusaha menghafalkan bacaan shalat, meski kadang bacaannya terbalik seperti bacaan ruku’ yang terbalik dengan sujud ataupun dia lupa sama sekali dengan kelanjutan bacaan iftitahnya serta sering mendapat ejekan dari kak Aisyah namun itu semua tidak membuatnya gentar untuk menjadikan shalatnya sempurna dengan bacaan shalat. Apalagi Abi berjanji akan membelikannya sepeda.


Pada 26 Desember 2004, Delisa bersiap mengikuti ujian hafalan shalat. Namun Lhok Nga bergetar ketika gempa melanda kota di bibir pantai Aceh itu. Delisa ketakutan, tangannya mendekap Ummi. Setelah suasana kembali normal, mereka memutuskan untuk bergegas ke tempat ujian.

Gadis kecil itu memulai bacaan shalatnya. Dia teringat nasehat sang ustad, Ustad Rahman (Fathir Muchtar) untuk tetap khusyuk walau apapun yang terjadi. Laut pecah, ombak menggeliat, tsunami menggulung pagi itu. Namun Delisa seolah larut dalam kekhusyukannya. Sementara tsunami ikut menggulung ketiga saudara perempuannya dan ribuan warga Aceh.

Tsunami Aceh mengakibatkan kesedihan yang teramat dalam, seluruh dunia ikut terguncang mendengar kabar ini, sejumlah relawan asing pun diterjunkan. Ayah Delisa yang sehari-harinya bekerja di kapal tanker pun segera pulang ke Lhok Nga untuk mencari anak istrinya.

Delisa berhasil selamat dari terjangan tsunami yang sungguh dahsyat tersebut, Delisa berhasil ditemukan dan diselamatkan oleh tentara Amerika yakni Smith (Mike Lewis). Di rumah sakit Delisa harus dioperasi dan diamputasi satu kakinya karena terluka dan sudah membusuk. Dirumah sakit pula ia dirawat oleh suster yang sangat menyayanginya yakni suster sophie (Loide Christina Teixeira), hingga akhirnya ayahnya Abi Usman menemukannya.


Delisa yang banyak kehilangan hal yang berharga di hidupnya banyak mengajarkan pada orang-orang disekitarnya yang sama-sama terkena bencana menjadi kuat untuk menghadapi cobaan, dan ikhlas menerima cobaan yang tentunya datang dari Tuhan, tidak terkecuali tentara Amerika Smith dan suster Sophie yang menjadi lebih mengerti arti hidup karena melihat Delisa.


Delisa akhirnya berhasil menuntaskan hafalan shalatnya tapi tidak karena hadiah tapi karena Allah, Delisa ingin benar-ingin bisa hafal bacaan shalatnya hingga bisa shalat dengan khusyuk dan mendoakan Umi Salma, kak Fatima, kak Zahra, dan kak Aisyah.

Setelah ia berhasil lulus bacaan shalatnya Delisa bertemu dengan Umi Salma yang sudah meninggal namun tangannya mengenggam kalung Delisa (D untuk Delisa).


Film ini sangat edukatif. Beberapa kisah yang masih menggelayut di benak saya pasca menonton diantaranya adalah:


1.      Delissa yang tumbuh menjadi anak kecil tidak pelit dan selalu membagi setiap mendapatkan rezeki. Ia selalu berbagi dengan disekitarnya. Sebuah pelajaran yang luar bisa akan arti kepedulian...


2.      Celotehan Aisha, ”Makanya kalau shalat itu jangan cuma dihafal bacaanya, tapi juga artinya..” Dari kalimat ini saya merasa termasuk dibagian yang dikomentari Aisha, terkadang hanya hafal bacaanya tapi lupa artinya.


3.      Lakukan sesuatu dengan ikhlas, jangan mengharapkan hadiah, serahkan segala sesuatunya hanya pada Allah. Pada point ini, lagi-lagi saya merasa termasuk yang disentil: Ikhlas sangat mudah di ucapkan tapi sulit untuk diamalkan. 


Singkat cerita, yuuuuuk.... kita tonton film “Hafalan Shalat Delisa”, kita dukung para sineas & produser film Indonesia untuk sering-sering bikin film bermutu sekualitas film Hafalan Shalat Delisa dengan cara menontonnya. Agar mereka tidak bangkrut dan tidak kapok memproduksi film-film bagus yang mendidik. Selamat menonton.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar