Peran Radioterapi Didalam Pengobatan Kanker Astrocytoma

Peran Radioterapi Didalam Pengobatan Kanker Astrocytoma Dengan Teknik Rapid Arc


Oleh : Rudy Kurniawan

Departemen Radioterapi Mohtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospital Semanggi, Jakarta.


Abstrak
Astrocytoma merupakan jenis Neoplasma otak, kanker ini berasal dari sel Glial jenis tertentu, berbentuk bintang dalam sel otak yang disebut astrosit otak. 

Jenis tumor ini biasanya tidak menyebar diluar otak dan sumsum tulang belakang dan biasanya tidak mempengaruhi organ lain.  

Teknik Radioterapi terus berkembang, salah satunya adalah Rapid arc yang merupakan pengembangan dari teknik IMRT. Rapid Arch merupakan suatu teknik pemberian radiasi dalam lengkungan atau lingkaran 360 derajat ke sekeliling pasien dan memungkinkan penyinaran radiasi dapat memngikuti kontur 3-Dimensi tumor dan mengenai semua sisinya dengan meminimalkan terkenanya organ sehat sekitarnya. Pada Teknik Rapid Arch, dosis radiasi hanya terkonsentrasi penuh  pada tumor sehingga distribusi dosis radiasi lebih homogen pada tumor.



LATAR BELAKANG
Salah satu jenis penyakit kanker yang sering terjadi pada bagian otak adalah Astrocytoma. Di Indonesia insiden kanker masih belum diketahui secara pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan.


Pengobatan kanker saat ini dapat melalui Radioterapi, Kemoterapi atau Kemoradiasi. Radioterapi merupakan terapi kanker yang menggunakan radiasi pengion yang bertujuan mengecilkan dan membunuh sel–sel kanker sebanyak-banyaknya melalui pemberian dosis terukur pada volume tumor/ target yang di tuju dan meminimalkan efek radiasi pada jaringan sehat sekitar tumor.

Radioterapi merupakan salah satu alat paling penting dalam melawan kanker. Menurut pakar kanker, hampir setengah dari pasien penderita kanker menjalani radioterapi dalam skala yang berbeda-beda dan 40% dari total pasien kanker disembuhkan melalui radioterapi.

Perkembangan teknik radioterapi terus berlanjut, salah satunya adalah  Teknik penyinaran rapid Arch yang dilakukan pada kanker Astrocytoma. Tujuan teknik ini adalah untuk tercapainya ketepatan dan kecepatan dari proses radiasi karena pemberian radiasi hanya dalam satu putaran 360 derajat sehingga distribusi dosis radiasi hanya terkonsentrasi pada bentuk 3 Dimensi dari kontur tumor dan meminimalkan terkenanya jaringan sehat sekitarnya dengan waktu yang cukup singkat. Hal ini sangat penting karena pada kasus Astrocytoma banyak bagian dari kepala yang harus dilindungi dari radiasi.

Pembagian dosis pada target volume dari suatu tumor dapat dilakukan dengan teknik Rapid Arc melalui proses optimisasi. Planning yang digunakan pada Rapid Arch menggunakan metode inverse planning yang berarti batas dosis ditentukan terlebih dahulu, kemudian algoritma TPS  akan mencari field planning yang sesuai dengan batas dosis yang ditentukan. Pada IMRT, MLC bergerak menyesuaikan dosis yang telah diatur sebelumnya.

PENDAHULUAN
Astrocytoma merupakan jenis neoplasma otak, kanker ini berasal dari sel glial jenis tertentu, berbentuk bintang dalam sel otak yang disebut astrosit otak. Jenis tumor ini biasanya tidak menyebar diluar otak dan sumsum tulang belakang dan biasanya tidak mempengaruhi organ lain. Astrocytoma merupakan salah satu jenis glioma yang paling umum dan dapat terjadi di sebagian besar otak dan kadang-kadang di sumsum tulang belakang. Astrocytoma terjadi pada sistem syaraf pusat (SSP).
 Gbr 1. Anatomi Astrocytoma
Salah satu teknik terbaru saat ini adalah Rapid Arch. Varian Medical Systems telah mengembangkan alat radioterapi versi terbaru yaitu RapidArc yang lebih aman dan efektif. Teknik terbaru ini tidak hanya mengurangi jumlah sesi yang diperlukan pasien, tetapi juga lebih akurat dibandingkan penanganan radioterapi konvensional. Dengan begitu, pasien mengalami pengurangan efek yang terjadi akibat proses radiaasi, seperti kerusakan kulit hingga kerusakan jaringan dalam tubuh. 

Alat yang dikenal dengan RapidArc ini, bekerja dengan mengirimkan radiasi dalam lengkungan atau lingkaran 360 derajat ke sekeliling pasien, bukan dari satu arah seperti dalam penanganan konvensional. Artinya, proses penyinaran radiasi dapat mengikuti kontur 3 dimensi dari tumor, dan mengenai semua sisinya. 

Selain itu, penyinaran menjadi lebih terkonsentrasi karena hanya tertuju pada tumor, bukan jaringan sehat di sekitarnya. Dengan cara ini, pasien bisa menerima dosis penuh dalam setiap sesi sehingga mengurangi jumlah sesi terapi yang diperlukan. Selain itu, pasien juga menjalani terapi yang lebih akurat. 

Dalam penyinaran radiasi pasien hanya diminta diam selama 4-5 menit, hal ini tentunya membuat radioterapi menjadi lebih aman. Dan yang terpenting lagi adalah ketepatan dan kecepatan dari proses penyinaran radiasi ini. Pada dasarnya, RapidArc merupakan pengembangan dari teknik IMRT ( intensity-modulated radiation therapy ). 

Hal ini memungkinkan dokter untuk cepat dan akurat dalam menentukan pemberian radiasi ke sel-sel kanker dengan meminimalkan dosis radiasi untuk jaringan sekitarnya serendah mungkin.
 Gbr 2. Proses penyinaran dengan teknik Rapid Arch

Apa itu Rapid Arch ?
Teknologi radioterapi RapidArc adalah bentuk baru atau pengembangan dari tekni IMRT (intensity-modulated radiation therapy ). Gambaran 3-Dimensi dari kontur tumor memudahkan menetukan target radiasi dan dosis radiasi ysng diberikan. Ini berarti dosis radiasi yang lebih untuk target tumor dan mengurangi dosis  jaringan sehat di sekitarnya. Volume seluruh tumor menerima dosis radiasi selama satu putaran penuh pesawat linac.

Rapid Arc melibatkan berbagai  intensitas radiasi (dalam hal ini, energi tinggi sinar-X) yang digunakan sebagai terapi untuk kanker. Untuk memberikan pengobatan pada kanker Astrocytoma , dokter menggunakan gambar yang dihasilkan komputer untuk merencanakan dan kemudian memberikan radiasi sinar terfokus untuk kanker Astrocytoma. 

Pada TeknikRa pidArc ini dokter dapat memberikan dosis radiasi yang tepat yang sesuai dengan bentuk tumor, sementara membatasi jumlah radiasi yang mencapai jaringan sehat sekitarnya. Manfaat yang signifikan yang diberikan pada teknik RapidArc adalah kecepatan pengobatan. Sebuah pengobatan RapidArc disampaikan dengan rotasi 360 derajat dari pesawat Linac, yang memakan waktu 4-5 menit.

Mengapa diperlukan teknik RapidArc pada astrocytoma?
RapidArc adalah teknik yang  sangat cepat, tepat dan akurat dari terapi radiasi pada Astrocytoma karena pada daerah kepala banyak sekali organ yang harus dilindungi pada saat penyinaran radiasi seperti: daerah mata, telinga, batang otak, dll sehingga memungkinkan untuk memberikan dosis yang sekecil mungkin pada organ at risk tersebut. Pasien hanya memerlukan waktu yang lebih sedikit pada proses radiasi sehingga dapat menghindari pergerakan yang dapat membahayakan keakuratan pengobatan. Prroses radiasi pada RapidArc membutuhkkan waktu 2-8 kali lebih cepat dari teknik-teknik awal radioterapi.


Bagaimana cara kerja terapi radiasi Astrocytoma?
Sel-sel kanker tumbuh dan membelah lebih cepat dibandingkan deengan sel-sel normal di sekitar kanker. Radiasi dosis tinggi dapat membunuh sel-sel kanker atau mencegah sel kanker untuk tumbuh dan berkembang, dan Radioterapi telah terbukti sangat efektif dalam membunuh sel kanker. Meskipun beberapa sel normal yang terkena radiasi, sel-sel normal tersebut akan cepat pulih kembali daripada sel-sel kanker.

Apakah terapi radiasi menggunakan zat radioaktif?
Banyak orang, ketika mereka mendengar kata "radiasi," langsung berpikir zat radioaktif. Namun, tidak ada zat radioaktif yang terlibat dalam penciptaan sinar-X atau elektron oleh sebuah akselerator linear medis (Linac). Ketika sebuah akselerator linear diaktifkan baru  radiasi diproduksi dan ditujukan langsung pada sel-sel kanker. Kemudian ketika mesin dimatikan radiasi hilang dan tidak ada lagi.

METODE
Pengobatan RapidArc melibatkan tiga langkah dasar yaitu : diagnosis, pengobatan perencanaan dan pengiriman data dosis radiasi. Langkah-langkah pembuatan planning radioterapi dengan teknik Rapid Arc pada pasien penderita astrocytoma adalah sebagai berikut: Persiapan sebelum simulasi pasien diposisikan sedemikian rupa pada meja pemeriksaan Ct-simulator dan dibuatkan masker yang terbuat dari termoplast untuk fiksasi dan imobilisasi pasien.
Gbr 3. Pembuatan masker kepala

Lalu dilakukan proses simulasi pasien secara 3-Dimensi dengan Ct-Scan dengan mengatur batas atas pada apex dan batas bawah pada supraclavicula dan diberi 3 titik marker reference dari timbal sebagai panduan pada saat pergeseran lapangan baru. Kemudian data CT-Scan dikirim ke TPS (Treathment Planning System) via Dicom. Di TPS dilakukan proses kontur target tumor (PTV) dan organ-organ yang harus dilindungi oleh dokter onkologi radiasi. 

Organ at risk yang harus dilindungi antara lain : batang otak, mata R/L, saraf optik R/L, lensa mata R/L,  bagian dalam telinga R/L, Optic Chiasma, dan otak. Kemudian dilakukan planning rapid Arc pada TPS dengan menentukan dosis total dan dosis perfraksi, gantry, kolimator, lapangan penyinaran, optimisasi, kalkulasi dan analisis DVH. Dosis total yang diberikan pada kasus astrocytoma 5940 cGy yang diberikan selama 33 fraksi dan dosis per fraksi 180 cGy. Setelah planning selesai dilakukan QA (Quality Assurance) atau verifikasi dosis radiasi planning Rapid Arc dengan Matrix. 

Hal ini dilakukan agar dosis radiasi yang direncanakan di TPS sama dengan dosis yang diberikan ke pasien pada saat treatment. Setelah verifikasi dosis sudah sesuai, lalu pasien baru bisa di treatment di Linac. Sebelum penyinaran, dilakukan pergeseran lapangan sesuai dengan hasil TPS dengan menjadikan 3 titik marker reference sebagai panduan. Setelah itu dilakukan verifikasi gambar lapangan penyinaran dengan OBI (On Board Imager) dan CBCT (Cone Beam-CT), sebagai panduan adalah gambar CT-Scan pada saat simulasi. Proses ini disebut IGRT (Image Guide Radiotherapy). 

 Gbr 4. Gambaran OBI
 Gbr 5. Gambaran CBCT

Setelah gambaran Ct-Scan dan gambaran planning sudah sama atau sesuai, baru dilakukan penyinaran pada pasien. Proses verifikasi IGRT dengan OBI dilakukan setiap hari sedangkan dengan CBCT dilakukan 1 kali dalam seminggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada teknik Rapid Arc hal yang paling penting adalah pembuatan kontur tumor dan organ at risk harus benar-benar teliti. Proses ini sangat diperlukan untuk mendapatkan proses optimisasi yang bagus. Penulis juga membandingkan planning 3D dengan rapid Arc.
  Gbr 6. Perbedaan kurva Isodosis teknik 3D dan Rapid Arc

Pada Rapid Arc distribusi dosis radiasi yeng terbentuk sangat homogen dan dosis organ at risk yang terkena sangat minimal dibandingkan teknik konvensional. Waktu yang dibutuhkan pada penyinaran Rapid Arc ini lebih cepat dibandingkan 3D karena perputaran gantry 360 derajat.
 Gbr 7. Planning dengan teknik Rapid Arc

Organ at risk pada teknik Rapid Arc lebih minimal menerima dosis radiasi karena melalui proses optimisasi yaitu suatu proses dalam algoritma TPS untuk memberikan batasan dosis pada PTV dan Organ At Risk (OAR) , sehingga dari batasan tersebut kita dapat menentukan seberapa besar dosis yang akan kita beri pada PTV dan organ at risk.
Gbr 8. Proses Optimisasi pada Rapid Arc

Namun demikian hal set up pasien harus benar-benar teliti karena pada Rapid Arc toleransi pergeseran pada verifikasi OBI dan CBCT adalah 3 mm. Jika pergeseran lebih dari 3mm maka operator (RTT) harus mengatur ulang posisi pasien dan melakukan verifikasi kembali. Pada verifikasi dengan OBI gambaran yang terbentuk secara 2-Dimensi (AP/Lateral), sedangkan pada CBCT gambaran yang terbentuk adalah secara 3-Dimensi.

KESIMPULAN
Dosis total yang diberikan pada kasus astrocytoma 5940 cGy yang diberikan selama 33 fraksi dan dosis per fraksi 180 cGy. Pada teknik Rapid Arc hal yang paling penting adalah pembuatan kontur tumor dan organ at risk harus benar-benar teliti. Pada Rapid Arc distribusi dosis radiasi yeng terbentuk sangat homogen dan dosis organ at risk yang terkena sangat minimal dibandingkan teknik konvensional. Waktu yang dibutuhkan pada penyinaran Rapid Arc ini lebih cepat dibandingkan 3D karena perputaran gantry 360 derajat.


REFERENSI
Radiotherapy MRCCC Siloam Hospitals,  2011
Standard Pelanyanan Profesi Radioterapi ( PORI )
Edward C.H, Carlos A. Perez, Luther W. Bradly, Principles and Practise of Radiation Oncology, 5.Th Edition. p. 1255.
http://medicalphysicsweb.org/cws/product/P000019930
Leibel and Philips, Text book of Radiation Oncology.


Peran Radioterapi Didalam Pengobatan Kanker Astrocytoma

Peran Radioterapi Didalam Pengobatan Kanker Astrocytoma Dengan Teknik Rapid Arc


Oleh : Rudy Kurniawan

Departemen Radioterapi Mohtar Riady Comprehensive Cancer Center (MRCCC) Siloam Hospital Semanggi, Jakarta.


Abstrak
Astrocytoma merupakan jenis Neoplasma otak, kanker ini berasal dari sel Glial jenis tertentu, berbentuk bintang dalam sel otak yang disebut astrosit otak. 

Jenis tumor ini biasanya tidak menyebar diluar otak dan sumsum tulang belakang dan biasanya tidak mempengaruhi organ lain.  

Teknik Radioterapi terus berkembang, salah satunya adalah Rapid arc yang merupakan pengembangan dari teknik IMRT. Rapid Arch merupakan suatu teknik pemberian radiasi dalam lengkungan atau lingkaran 360 derajat ke sekeliling pasien dan memungkinkan penyinaran radiasi dapat memngikuti kontur 3-Dimensi tumor dan mengenai semua sisinya dengan meminimalkan terkenanya organ sehat sekitarnya. Pada Teknik Rapid Arch, dosis radiasi hanya terkonsentrasi penuh  pada tumor sehingga distribusi dosis radiasi lebih homogen pada tumor.



LATAR BELAKANG
Salah satu jenis penyakit kanker yang sering terjadi pada bagian otak adalah Astrocytoma. Di Indonesia insiden kanker masih belum diketahui secara pasti karena belum ada registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan.

Instrumen CR (Computed Radiology)

INSTRUMEN CR

instrumen-instrumen yang terdapat pada computed radiology (CR), sebagai berikut :
A. Kaset (Cassette)
B. Scaner / Reader
C. Consol




A. Kaset ( Film / Screen ) Analog
  Phospor screen (IS) pada kaset analog berfungsi mengubah sinar-x menjadi sinar tampak (gadolinium oxysulfide atau lanthanum oxybromide). Kaset CR hanya berisi plate yang dilapisi phospor /  storage phospor screens (barium fluorohalide), bentuknya seperti IS namun tanpa film sehingga dapat dipakai berulang-ulang


Cara Kerja Kaset CR :
1. Storage phospor screen di ekspose seperti biasa
2. Phospor menyerap radiasi pada derajat yang berbeda-beda tergantung pada area anatomikal nya
3. Phospor di isi oleh radiasi, besar nya isian tersebut tergantung kepada besarnya energi sinar-x yang diserap
4. isian ini bertahan dalam materi phospor sampai dihapus

Jenis-jenis kaset CR :
1. Kaset general purpose :
a. terdiri dari jenis rigid screen dan flexible screen
b. dipakai untuk radiografi konvensional
c. memori terpakai 9 - 15 MB / Image
d. terutama untuk aplikasi CHEST pada MCU masal, rata" foto thorax berkapasitas 10 MB / Image
e. Rigid Screen = tidak terjadi kontak mekanikal phospor, berusia pakai lebih lama dibanding dengan fleksibel screen, yang di transport oleh roller
f. memakai single atau double phospor layer
g. resolusi sekitar 70 - 115 micron
h. ukuran nya bervariasi : 15 x 30 cm ,  18 x 24 cm, 24 x 30 cm, 35 x 35 cm, dan 35 x 43 cm




2. Kaset Panjang (Long Length / Full Spine)
a. dipakai untuk radiografi pada tulang panjang, dan tulang belakang
b. pada kasus chiropractic untuk melihat tulang, study scoliosis, dan koreksi operasi
c. ukuran yang biasa dipakai  35 x 84 cm (portable), 43 x 129 cm atau sambungan dari 4 kaset berukruan 35 x 43 cm (wallfixed)
d. memerlukan software khusus untuk menyatukan gambar


3. Kaset ber resolusi tinggi (HR/EHR)
a. bisa dipakai untuk mammografi yang memerlukan ketelitian tinggi
b. resolusi 43,5 - 5 mikron meter
c.  Ukuran : 18 x 24 cm dan 24 x 30 cm
d. Kapasitas memori mencapai 30 MB / Image, sehingga waktu scanning lebih lama dari general purpose


B. Scanner - Scanning
adalah alat untuk membaca informasi sinar-x yang diterima oleh kaset CR / PSP secara analog dan merubah informasi tersebut menjadi data digital, sementara scanning merupakan proses nya, dan scanner adalah alatnya atau bisa juga disebut Digitizer.

cara kerja scanner :
a. kaset yang akan dibaca di tandai dengan barcode terlebih dahulu agar sesuai dengan pasien dan pemeriksaan
b. didalamnya terdapat reaktor laset (optical), dengan bantuan sinar laser untuk merangsang aktifasi phospor (stimulate) dan detektor (PMT) untuk menangkap emisi phospor sebagai informasi yang akan dioleh menjadi data
c. data tersebut diolah dan divisualisasikan dalam format digital
d. setelah selesai proses scan, informasi yang ada pada plate kemudian dihapus dengan memaparkan sinar intensitas tinggi supaya plate bisa dipergunakan kembali.
e. seluruh sistem itu digerakkan secara motorik / mekanik

Scanning dilakukan selama 20 ms per garis, sinyal yang diterma PMT masih berwujud analog lalu didigitalisasi oleh digitizer.



 
C. CONSOL 

konsol pada CR adalah perangkat keras dan lunak sperti hal nya perangkat komputer di rumah atau yang biasa kita sebut sebagai Personal Computer (PC) yang terdiri dari :
a. Monitor
b. CPU
c. Cassette ID Scanner - barcode reader
d. DICOM store / server

pada perangkat lunaknya memiliki bermacam pilihan sesuai dengan kebutuhan CR seperti mammografi, longlength image, Enchancement, dsb. semakin lengkap fitur yang dimiliki CR, semakin mahal juga harga dari CR tersebut. sedangkan DICOM (Digital Imaging and Communication on Medicine) adalah sistem penyimpanan image dalam kapasitas medis yang memerlukan ketelitian sehingga kapasitasnya besar (MB/image)





Fungsi Konsol :
a. Memasukan data pasien
b. menentukan alur kerja radiologi
c. mengolah data dan image pasien sesuai dengan jenis pemeriksaannya
d. melakukan quality control image sebelum didistribusikan
e. melakukan pendistribusian image untuk mencetak image pada printer, kepentingan backup menggunakan CD/DVD, untuk share menggunakan jaringan RIS/HIS.




- - Cafe Radiologi - -

Instrumen CR (Computed Radiology)

INSTRUMEN CR

instrumen-instrumen yang terdapat pada computed radiology (CR), sebagai berikut :
A. Kaset (Cassette)
B. Scaner / Reader
C. Consol

Penatalaksanaan USG Abdomen



Penatalaksanaan USG Abdomen

SISTEM PERENCANAAN RADIASI 3-D CRT


SISTEM PERENCANAAN RADIASI 3-D CRT
PADA KANKER NASOFARING
OLEH :
KELIEK SOEDARTO
Instalasi Radioterapi
Rumah Sakit Kanker Dharmais

PENDAHULUAN
Radioterapi adalah salah satu pengobatan untuk penyakit kanker dimana dengan pemberian radiasi pada kanker sangat efektif pada saat ini. Pemberian dosis radiasi yang tepat pada volume target semaksimal mungkin, serta mengurangi dosis pada jaringan / organ kritis seminimal mungkin merupakan cara pemberian pengobatan secara 3-dimensi (3-D CRT) dalam teknik radioterapi yang sudah digunakan di Indonesia.

Teknik 3-D CRT (three dimension conformal reconstruction technique) merupakan salah satu teknik  cara pengobatan radiasi yang berdasarkan posisi, ukuran dan bentuk target radiasi. Modalitas pendukung untuk pengobatan 3 dimensi perlu adanya immobilisasi (fiksasi pasien ), CT-planning (pemberi informasi anatomi organ), dan simulator ( simulasi pasien berdasarkan planning/CT-plan–anatomi tulang ). Metode radiasi ini termasuk pengobatan yang non-invasif, juga pengobatan lanjut dari pasca-operatif tumor.

Adapun proses dalam perencanaan radioterapi dengan teknik 3-D CRT pada kanker nasofaring meliputi :
-          Pra Perencanaan
-          Perencanaan
-          Tindakan Radioterapi

·         Pra Perencanaan Radioterapi 3-D CRT
Didalam pra perencanaan radioterapi, meliputi evaluasi klinis, penentuan staging/stadium dan grading, penetapan tujuan dan indikasi radiasi serta bila ada kombinasi dengan modalitas lain.

·         Perencanaan Radioterapi 3-D CRT
Proses ini meliputi deskripsi pengobatan radiasi, metode immobilisasi / fiksasi pasien, akurasi data imaging tumor dan data pasien, penentuan target volume, pemilihan teknik penyinaran, modifikasi sumbu penyinaran serta perancangan distribus dosis.

·         Tindakan Radioterapi 3-D CRT
Pelaksanaan pemberian radiasi, meliputi penentuan dan pemberian dosis, implementasi pengobatan radioterapi, verifikasi dengan film portal ataupun sistem EPID ( Electronic Portal Imaging Device ), pemantauan dan kontrol dosis radiasi atau evaluasi selama radiasi, pencatatan dan pelaporan serta evaluasi hasil pengobatan radiasi.

DESKRIPSI RADIOTERAPI
Pada dasarnya, semua tindakan dan langkah dalam perencanaan radioterapi teknik 3-D CRT akan menghasilkan suatu pedoman tindakan radiasi di ruang penyinaran. Hasil / output dari perencanaan radiasi teknik 3-D CRT, meliputi :

-          Bentuk / batas lapangan radiasi di tubuh pasien
-          Arah sinar yang digunakan
-          Bentuk target (Multi Leaf Collimators)
-          Energi radiasi yang digunakan
-          Jumlah lapangan radiasi
-          Alat bantu posisi pasien
-          Pemakaian kompensator (wedge)
-          Penggunaan teknik pembobotan dan normalisasi
-          Evaluasi distribusi dosis dengan kurva isodosis dan Dose Volume Histogram (DVH)

Penentuan / Lokalisasi Lapangan Radiasi Teknik 3-D CRT
Lokalisasi lapangan radiasi (target volume) dilakukan dengan simulator berdasarkan hasil planning/perencanaan. Penggunakan simulator bertujuan untuk menyesuaikan hasil 3D dari CT-plan sesuai DRR (Digital Reconstruction Radiography) berdasarkan anatomi tulang. Hasil simulator merupakan verifikasi perencanaan atau realisasi perencanaan berupa fluoroscopy atau film 2D konvensional.

Selain proyeksi DRR, 3-D CRT juga menggunakan proyeksi BEV (Beams Eye View). Proyeksi BEV berdasarkan aksis yang bersesuaian dengan hasil modulasi pencitraan diagnostik. Proyeksi ini dapat memberikan informasi terkait limitasi lapangan maupun pembentukan sinar yang digunakan. Pada dasarnya, BEV ini merupakan konjungsi terhadap proyeksi DRR.

Penentuan/lokalisasi lapangan radiasi dari perencanaan dilakukan oleh Radiation Oncologist, Radiotherapist, dan Dosimetrist. Penentuan luas lapangan radiasi, arah sinar, teknik penyinaran, dan dosis tumor dilakukan pada ruang simulator. Data – data tersebut harus dicatat dalam lembaran perencanaan radiasi dan ditandatangani oleh petugas simulator in – charge.

Pada kondisi khusus, kanker nasofaring yang multikompleks diperlukan teknik 3-D CRT dengan sarana CT-Planning / CT-Simulator atau dengan MRI modulasi atau dapat dikombinasikan keduanya untuk pembuatan planning/ perencanaan.

Perlakuan CT-Planning / CT-Simulator pada kanker nasofaring dibuat batasan dari vertex sampai daerah sternal notch. Adapun slice dari CT diambil 0,3 cm atau 0,5 cm. Data-data dari potongan/slice CT dikirm secara on-line ke komputer Treatment Planning System, yang selanjutnya diolah untuk dibuat rancangan sinar. Di ruang CT Planning yang berperan yaitu Dosimetris dan Senior Radiografer / Radiotherapist.

Adapun untuk mendapatkan hasil pengobatan radiasi yang akurat, maka diperlukan alat immobilisasi pada daerah kepala dan leher seperti pengganjal khusus kepala untuk posisi ekstensi dan dibuat masker kepala (termoplast).

Perencanaan Radiasi dengan Komputer
Perencanaan radiasi dengan komputer diperlukan, bila lapangan radiasi multikompleks (multiple fields) di mana lokasi tumor berada dekat dengan organ kritis, seperti pada kanker nasofaring terdapat organ kritis meliputi: mata, medula spinalis, glandula saliva harus dihindari dari dosis radiasi yang berlebihan. Sistem perencanaan radiasi ini dilakukan dengan komputer Treatment Planning System 3-D dengan penentuan arah sinar, blocking pada daerah yang dilindungi, variasi penggunaan wedge, dll. Penggunaan Conformal Multi Leaf Collimators (MLC) memiliki batasan dengan kisaran 0,5 – 0,8 cm dari PTV. 

Sistem perencanaan radiasi dengan komputer pada teknik 3-D CRT merupakan suatu keharusan dalam perancangan radiasi yang multikompleks. Penentuan volum target (CTV) dapat dilakukan dengan melihat potongan dari setiap slice CT. Pembuatan volume target, ditentukan oleh dokter onkologi radiasi, yang selanjutnya dibuat suatu sistem rancangan oleh Dosimetris / Fisika Medis. Adapun parameter rancangan yang harus dibuat meliputi : pemilihan energi, dosis tumor, bobot dosis radiasi, normalisasi dosis radiasi.

Teknik 3D-CRT membutuhkan penentuan dosis radiasi pada masing-masing daerah penyinaran yang terklasifikasi sebagai berikut :
-          Gross Tumour Volume (GTV) à 65 – 70 Gy
-          Clinical Target Volume (CTV) à 60 Gy
-          Planning Target Volume, meliputi :

·                     Nasofaring à 60 Gy
·                     KGB / KGB Supraclav à 50 Gy
Dalam sistem perencanaan radiasi dengan teknik 3-D CRT, maka optimisasi dosis diperlukan untuk mendapatkan dosis radiasi yang optimal pada daerah clinical tumour volume (CTV) sesuai dengan ketentuan ICRU Report 50. Daerah planning target volume (PTV), ditentukan homogenitas dosis pada 95% - 107% (200 Cgy) atau -5% sampai +7%. Selain hal tersebut, pembuat perencanaan penyinaran pasien juga perlu memperhatikan kurva distribusi penyinaran (kurva isodosis) dan dose volume histogram (DVH). Gambaran kurva isodosis merupakan distribusi penyinaran sesuai dengan ketentuan ICRU Report 50. 

Dose Volume Histogram (DVH) merupakan gambaran kumulatif (integral) hasil distribusi dosis yang diberikan baik terhadap CTV/PTV maupun organ at risk (OAR) dengan bagian volume yang mendapat kontribusi radiasi dengan isodosis 95%. Dalam kasus kanker nasofaring, maka OAR yang menjadi perhatian adalah mata, medula spinalis, kelenjar saliva dan lidah. DVH akan menampilkan data berdasarkan dosis maksimum, dosis minimum, dan rata-rata dosis yang diterima pada volume tertentu.

Apabila hasil perencanaan radiasi telah disetujui oleh Radiation Oncologist (dokter onkologi radiasi), data-data tersebut selanjutnya dikirim on-line ke pesawat radiasi ( LINAC ) untuk dilakukan penyinaran sesuai dengan hasil dari perencanaan radiasi.

Teknik Penyinaran Radioterapi 3D-CRT
Pada umumnya, teknik penyinaran yang digunakan pada kanker nasofaring menggunakan teknik 3 lapangan penyinaran, meliputi :

Lapangan I/II à teknik radiasi plan paralel (kanan/kiri) dengan daerah penyinaran  nasofaring (CTV) dan KGB Leher.
Lapangan III à teknik radiasi dari anterior dengan daerah penyinaran KGB Supraclavicula.
Pemberian dosis radiasi yang diberikan pada masing-masing teknik lapangan penyinaran meliputi :
-          Lapangan I/II akan menerima dosis radiasi sebesar 60 Gy dengan jumlah fraksinasi sebanyak 30 kali ( 30 x 200 CGy).
-          Lapangan III akan menerima dosis penyinaran sebesar 50 Gy.

Pelaksanaan Radiasi
Pelaksanaan radiasi dilakukan di ruang LINAC, di mana data-data yang telah terkirim secara on-line diedit untuk disesuaikan dengan modul yang tersedia pada pesawat LINAC. Apabila data-data teknis penyinaran telah terisi semua dalam komputer LINAC, maka pasien disimulasi dengan foto verifikasi dengan portal film ataupun EPID untuk mendapatkan hasil yang akurat. Dari hasil verifikasi data tersebut, selanjutnya pasien siap untuk dilakukan penyinaran oleh Radioterapist. Selama penyinaran, pasien dipantau melalui monitor CCTV serta dipantau pula pulsa dosis radiasi.

Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan radiasi 3-D CRT, antara lain:
-          Posisi pasien dan immobilisasi
-          Setting jarak dari fokus ke kulit (FSD/FID)
-          Laser pointer kanan/kiri berimpit pada sentrasi
-          Nilai dosis maksimum (Monitor Unit)
-          Verifikasi sistem blocking (MLC) dengan film/ EPID
-          Sistem interlock keselamatan radiasi (pintu) dan pada pesawat (meja penyinaran).

Apabila semua hal tersebut dilakukan dengan baik, maka dosis radiasi yang diterima pasien akan tepat sehingga tujuan pengobatan radiasi sukses dan tercapai. Besarnya dosis radiasi yang diterima oleh pasien dapat diketahui dengan pemanfaatan dosimeter seperti TLD atau in-vivo dosimeter yang diletakkan pada lokasi target penyinaran yaitu nasofaring dan KGB Supraclavicula.

KESIMPULAN
Radioterapi merupakan salah satu cara dalam pengobatan kanker dengan memberikan dosis radiasi yang semaksimal mungkin pada jaringan kanker dan jaringan normal ataupun organ yang beresiko akan menerima dosis seminimal mungkin. Salah satu perkembangan dari teknik radioterapi adalah pemanfaatan teknik 3-D CRT.

Teknik 3-D CRT memerlukan modulasi pencitraan diagnostik yang dapat memberikan informasi sedetail mungkin terhadap kondisi pasien. Lokalisasi lapangan radiasi (target volume) dilakukan dengan simulator berdasarkan hasil planning/perencanaan. Penggunakan simulator bertujuan untuk menyesuaikan hasil 3D dari CT-plan sesuai DRR (Digital Reconstruction Radiography) berdasarkan anatomi tulang maupun BEV (Beam Eye View). Hasil simulator merupakan verifikasi perencanaan atau realisasi perencanaan berupa fluoroscopy atau film 2D konvensional.

Adapun untuk mendapatkan hasil pengobatan radiasi yang akurat, maka diperlukan alat immobilisasi pada daerah kepala dan leher seperti pengganjal khusus kepala untuk posisi ekstensi dan dibuat masker kepala (termoplast).

Teknik 3-D CRT ini menggunakan pengembangan Treatment Planning System secara komputerisasi dengan pengevaluasian planning menggunakan kurva isodosis maupun DVH. Berdasarkan ICRU report 50 bahwa optimisasi dosis teknik ini berkisar -5% sampai 7% atau 95% - 107% (200 CGy) dengan memperhatikan dosis yang diterima pada organ kritis. Teknik penyinaran yang digunakan pada kasus kanker nasofaring adalah teknik 3 lapangan yang meliputi daerah penyinaran plan paralel (kanan/kiri) yaitu CTV (nasofaring) dan KGB leher serta teknik anterior daerah penyinaran KGB supraclav. Besar dosis yang diberikan sebesar 60 Gy untuk lapangan plan paralel sebanyak 30 fraksi (200 CGy) dan lapangan anterior sebesar 50 Gy.


REFERENSI
Ann Barnett Jane Dobbs, Stephen Morris, Practical Radiotheraphy Planning : 4rd edition, page 156 – 164.
Bonford.C.K, Kunker, Miller, Textboook of Radiotheraphy : 6th edition, page 326-328.
Gunilla.C.Bentel, Radiation Therapy Planning: International Edition, page 277 – 285.
Soedarto, Keliek, Teknik Radioterapi pada Kanker Nasofaring.




back to top